ISLAM
DAN KEBUDAYAAN DI TANAH CELEBES
(I_Makkacici’)
A.
CULTURAL
INVESTATION
Setiap
daerah tentu memiliki kebudayaan yang berbeda. Kebudayaan memancarkan suatu
ciri khas dari masyarakat suatu daerah yang tampak dari luar. Namun,
perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan diberbagai bidang, termasuk
budaya. Cepat atau lambat pergeseran nilai-nilai budaya yang dianut oleh
kelompok sosial akan terjadi. Sehingga banyak masyarakat yang pragmatis bahkan
tidak menghargai suatu kebudayaan.
Khususnya
di kota Makassar yang dewasa ini semakin sesak, ramai, macet dan lain-lain. Tak
ada lagi tanda-tanda keberadaan suku Makassar asli bermukim, karena kebanyakan
penduduk yang kini menghuni kota Makassar adalah pendatang dari daerah lain.
Sehingga untuk menemukan penduduk asli suku Makassar cukup sulit. Bahkan
budayanyapun ikut tersembunyi. Makassar yang dulu memiliki kebudayaan yang unik
seolah terkikis bahkan hilang di tengah-tengah perkembangan kota Makassar yang
kini menjadi kota metropolitan. Kearifan budaya Makassar yang penuh makna dan
mengandung pesan-pesan moral tak lagi berdendang indah ditengah kehidupan
masyarakat. Kebanyakan masyarakat seolah tak peduli akan keberadaan budaya yang
dijunjung tinggi oleh nenek moyang dan terpatrih dalam sanubari suku Makassar
pada zaman sebelumnya. Budaya kini hanya sebatas nama. Padahal seyogyanya,
budaya Makassar mengandung pesan moral yang perlu diterapkan dalam kehidupan.
Terlebih lagi di tengah-tengah peradaban masyarakat yang semakin tak
terkendali.
Sehingga
timbullah sebuah pertanyaan, khususnya untuk para pemuda. Berapa banyak pemuda
yang bangga akan budaya nenek moyangnya? Pertanyaan ini sepatutnya menjadi trending topic agar para pemuda menyadari betapa
penting nilai-nilai budaya untuk dilestarikan karena budaya merupakan cultural
investation yang sangat
berarti untuk masa depan. Sungguh disayangkan jika saat ini banyak pemuda yang
tidak bangga dengan budayanya. Pemuda seharusnya mampu menjadi agent penggerak
untuk mengupayakan pelestarian dan pengenalan budaya. Agar para penerus bangsa
tidak buta dengan budaya mereka. Khususnya di kota Makassar, budaya harus terus
digemakan untuk menciptakan Makassar yang bermatabat. Pemuda harus mampu mengangkat kembali nilai-nilai
budaya Makassar yang terlupakan di tengah maraknya pergolakan budaya asing yang
semakin kompleks di kota Makassar.
B. SIRI’ NA PACCE YANG TERLUPAKAN
Mangkasara’ku
(Black Mappaenteng)
Apa lagi ini
mengapa sinrili Tuanta Salamaka diganti alunan
rock & roll
mengapa ganrang bulo menjelma menjadi tabuhan
ibanes
mengapa Aru Tubarania berbau kata sundala,
kongkong, tampilo yang menyedihkan
lalu mengapa baju bodo gadis Makassar diformat
hingga pusar dan belahan dadanya nampak dengan
jelas
lalu adakah sosok I Mallombasi Daeng
Mattawang
adakah sosok I Lo'mo Ri antang
adakah figur Karaeng Pattinngaloang
lalu di mana kutemui Makassarku yang dulu
lagi
hilanglah semua sebab gemulai gadisku
tenggelam oleh tarian erotis
tunrung pakanjara' hilang di tanah para budayawan
siri' na pacce diganti dengan mantra anti
hamil
perawan desa ditelanjangi di tengah kota
pemuda kerjanya mabuk dan berzina
lalu pantaskah Mangkasara'ku menyandang Kota
Daeng?
Tak lagi didengar alunan ayat suci
tak kutemui lagi makna pasang tau toa
a'bulo sibatang hanyalah dongeng kaum
kafir
kota budaya kini jadi kota setan
zamanku tak tahu esok jadi apa
bangkitlah tubarania
bangkitlah Tuanta Salamaka
bangkitlah tupaccea
paentengi siri'nu ri kampong tanganiaka
siri'na
Punna
tena siri'nu,paccenu seng paknia' (jika engkau tak memiliki siri', maka rasa pace dalam diri yang harus
engkau munculkan). Siri' na
pacce merupakan prinsip
hidup bagi suku Makassar. Siri' digunakan untuk membela kehormatan
dihadapan orang-orang yang ingin menjatuhkan harga diri seseorang. Sedangkan pacce digunakan untuk membantu sesama yang
berada dalam penderitaan. Siri'
na pacce adalah
pandangan hidup yang harus dimiliki seseorang sebagai bentuk kepedulian sosial.
Siri' adalah suatu sistem nilai social-cultural dan kepribadian yang merupakan pranata
pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota
masyarakat. Siri' terdiri
dari 4 macam yakni :
1.
Siri' dalam hal pelanggaran asusila.
Pelanggaran kesusilaan
yang dikategorikan sebagai siri' adalah: kawin lari (assilariang), perzinahan,
pemerkosaan, dan salimarak (perbuatan seks yang dilarang
karena hubungan keluarga yang terlalu dekat, misalnya perkawinan antara ayah
dengan putrinya atau ibu dengan putranya.
Diantara perbuatan
asusila tersebut, maka salimarak merupakan pelanggaran terberat. Akibat
perbuatan tersebut, dulunya para pelaku dapat dikenakan hukuman "niladung" yakni kedua pelaku dimasukkan ke dalam
karung kemudian ditenggelamkan ke laut atau ke dalam air sampai mati. Sedangkan
perzinahan, pemerkosaan dan kawin lari dapat diselesaikan dengan perkawinan
secara adat ketika kedua belah pihak telah menyetujui atau mengadakan upacara "abbajik" (damai).
Sejak dulu sampai
sekarang, oleh suku Makassar perbuatan asusila dianggap melanggarsiri'.
Jika perbuatan asusila terjadi, pihak yang dipermalukan (tumassiri') berhak mengambil tindakan balasan
kepada orang yang melanggar siri' (tumannyala).Anggapan bahwa siri' itu kejam atau jahat memang benar.
Namun dibalik kekejaman itu tersimpan makna yang harus dimiliki oleh manusia
terutama untuk menjaga harga dirinya. Lebih kejam mana, anak yang lahir tanpa
ayah? Kemana merekaharus memanggil ayah?
Perbuatan asusila,
kumpul kebo alias free sex akan menjatuhkan harkat dan martabat
manusia sebagai mahluk yang berakal bahkan lebih rendah daripada binatang. Hal
inilah yang harus dicegah agar tidak membudaya di negara kita. Kehadiran budaya
siri' ditengah-tengah masyarakat dapat dijadikan sebagai penangkal free sex tersebut.
2.
Siri' sebagai motivasi dalam meraih
sukses.
Jika orang lain bisa
sukses mengapa kita tidak? Banyak anak Makassar yang lebih memilih merantau ke
luar daerah untuk mencari jalan kesuksesannya. Bahkan seolah telah menjadi
tradisi sejak dulu hingga sekarang. Setelah sampai di daerah yang mereka tuju,
usaha dan kerja keras menjadi modal dalam meraih kesuksesan.
Salah satu syair lagu
Makassar yang dipopulerkan oleh Anci Laricci' berbunyi: "Takkunjungakbangung turuk
nakugunciriki gulingku, kualleanna tallanga natoalia" (saya tak akan mengikuti angin
buritan, lalu memutar kemudi, lebih baik tenggelam daripada putar haluan). Bagi
anak rantau Makassar, meraih sukses di kampung orang adalah keharusan bahkan
sebuah harga mati, tidak boleh tidak sukses. Alasannya, mereka akan malu jika
pulang ke kampung halaman tanpa membawa hasil. Sehingga banyak jalan yang
mereka tempuh untuk mewujudkan kesuksesan. Komitmen diawal perantauan itu
pulalah yang dijalankan secara konsisten. Seberat apapun pahitnya hidup
diperantauan, sekejam apapun kehidupan di kampung orang, mereka akan tetap
bertahan karena memegang teguh siri'.
Demikian pula ungkapan
yang berbunyi "Bajikanngangi
mateya ri pakrasanganna taua nakanre gallang-gallang na ammotere' na tena
wasselekna" (lebih baik
mati dinegeri orang dimakan cacing tanah, daripada pulang tanpa hasil).
Komitmen seperti ini akan memacu semangat kerja anak Makassar sekaligus sebagai
motivasi untuk meraih sukses di perantauan. Jika mereka gagal dan kembali tanpa
hasil,maka akibatnya mereka akan dicemoohkan oleh masyarakat di daerahnya,
namun jika berhasil sukses maka ia dapat dijadikan teladan bagi masyarakat
lainnya.
3.
Siri' yang dapat berakibat kriminal.
Sebuah contoh kecil
seperti menampar atau menghina seseorang di depan orang banyak. Tamparan
dibalas tamparan, sehingga terjadi perkelahian bahkan dapat berakibat
pembunuhan. Anggapan bahwa orang Makassar itu "pakbambangangi
natolo" (cepat marah
lagi bodoh) tidak sepenuhnya dapat dibenarkan karena tindakan balasan yang mereka
lakukan, bukan karena bodoh. Hanya semata-mata ingin membela harga dirinya.
Mereka marah karena harga dirinya direndahkan di depan umum, tapi bukan berarti
bodoh.
Jika harga diri orang
Makassar direndahkan, otomatis mereka akan membalas. Tak peduli apa kata orang
yang menilainya buruk atau melanggar aturan karena main hakim sendiri. Mereka
memiliki istilah "eja
tompi seng na doang" (setelah
merah baru terbukti udang) artinya jika siri' dilanggar, maka tak ada kompromi
meskipun nyawa menjadi taruhannya. Pun nanti akan berakibat fatal, itu urusan
belakang. Itulah prinsip orang Makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup
yang lebih tinggi dari pada menjaga siri'nya,
mereka lebih senang mati dari pada hidup tanpa siri'. Mati karena mempertahankan siri' disebut dengan
istilah "mate nigollai
mate nisantangngi" yang
berarti mati secara terhormat untuk mempertahankan harga diri.
4.
Siri' yang berarti malu-malu (siri'-siri').
Siri’ ini dapat berakibat negatif namun juga dapat
berdampak positif terhadap seseorang. Misalnya jika seseorang ditunjuk sebagai
MC dalam sebuah acara, kemudian ia menolak dengan alasan siri’-siri’ (malu-malu). Siri’ ini berakibat negatif karena dapat
menghalangi bakat/kemampuan seseorang untuk memberanikan diri dan tampil di
depan umum. Sebaliknya jika seseorang disuruh mencuri barang milik orang lain,
kemudian ia menolak dengan alasan siri’-siri’(malu-malu)
jika ketahuan nantinya. Siri’ ini justru berakibat positif.
Demikianlah
macam-macam siri’, yang
bagi orang Makassar sangat perlu untuk ditegakkan karena akan meningkatkan
harkat dan martabatnya sebagai manusia. Suatu prinsip bagi orang Makassar,
terlebih lagi jika harga dirinya direndahkan. Tindakan balasan adalah hal yang
mutlak, karena bagi mereka ‘’teai
mangkasarak punna bokona lokok’’ (bukan
orang Makassar jika belakangnya yang luka) artinya jika luka itu berada di
bagian belakang berarti orang itu takut terhadap lawannya. Sebaliknya jika luka
berada di bagian depan, itu menandakan keberanian terhadap lawannya.
Sedangkan
istilah pacce secara harfiah bermakna perasaan sedih
dan perih yang dirasakan seseorang karena melihat penderitaan orang lain.
Pacce merupakan sifat belas
kasih dan perasaan menanggung beban penderitaan orang lain, Dalam istilah
bahasa Indonesia "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul". Pacce berfungsi sebagai alat penggalang
persatuan, solidaritas, kebersamaan, dan rasa kemanusiaan. Pacce dapat memupuk rasa persatuan dan
kesatuan bangsa serta membina solidaritas sesame manusia untuk membantu
orang-orang yang mengalami kesulitan.
Siri’
na pacce inilah yang
menjadi pola-pola tingkah laku orang Makassar dalam berpikir, merasa,
bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang
manusia yang bermartabat. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Siri’ na pacce
mengandung esensi nilai luhur yang universal namun kurang teraktualisasi secara
sadar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi masyarakat Makassar.
Antara siri’
na pacce’ saling berhubungan, saling mengisi, dan tidak dapat
dipisahkan yang satu dari lainnya. Namun realita yang terjadi, banyak orang
yang menjunjung tinggi siri’namun
tidak memiliki rasa pacce terhadap orang lain, begitupun
sebaliknya. Pun salah satu diantaranya tidak dimiliki seseorang maka
martabatnya masih akan terjaga. Namun jika siri’
na pace, keduanya sudah tidak ada lagi dalam diri seseorang maka mereka
bisa lebih rendah dari binatang. Sebuah ungkapan Makassar berbunyi ‘’punna tena siri’nu paccea seng
nipa’bulo sibatanngang’’ (jika
engkau tidak memiliki siri’ maka biarkan rasa pacce yang menyatukan kita).
C.
ISLAM MEMANDANG BUDAYA
Ada
yang berpendapat bahwa selama ini kehadiran agama telah menghancurkan
kepribadian manusia. Manusia cenderung mengorbankan dirinya demi Tuhan. Apalagi
ketika manusia berhadapan dengan kehendak Tuhan maka kehendaknya sendiri
menjadi tak berdaya. Agama itu adalah islam. Tidak adanya pemahaman mendasar
tentang agama islam membuat sebagian orang memiliki
persepsi yang berbeda-beda dalam memandang islam sebagai rahmatan lil alamin. Untuk memahami islam maka kita harus memahami siapa
Tuhannya, Rasulnya serta pribadi-pribadi yang pernah dibesarkannya.
Islam
mengajarkan bahwa di hadapan Allah SWT, manusia bukanlah mahluk yang rendah
karena manusia adalah rekan Allah SWT serta pendukung amanahNya di muka bumi.
Manusia mendapatkan kenikmatan serta menerima pelajaran dariNya dan menyaksikan
betapa malaikat Allah jatuh bersujud di hadapanNya. Begitupun dengan manusia,
mereka memikul beban dan tanggungjawab yang sama yakni bersujud kepada Allah
SWT. Sebagaimana firmanNya dalam al-qur’an:
‘’Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaKu’’ (QS,adz-zariyat ayat 56).
Islam
tidak hanya berorientasi kepada kehidupan duniawi semata atau hanya kepada
kehidupan akhirat saja. Islam mengajarkan bagaimana menjaga keseimbangan.
Hanyalah dengan agama, manusia mampu melaksanakan tanggungjawabnya yang besar.
Dewasa
ini, keberadaan manusia sebagai pencipta sekaligus pengguna kebudayaan merupakan
salah satu bukti bahwa manusia memiliki kemampuan yang besar baik dari segi
akal, intelegensia maupun intuisi (perasaan dan emosi, kemauan, fantasi dan
perilaku). Kebudayaan memiliki peran yang sangat kompleks terhadap kelangsungan
hidup manusia. Kebudayaan merupakan wadah penyaluran perasaan dan kemampuan
yang dimiliki manusia sekaligus sebagai pedoman dan petunjuk yang mengatur
bagaimana manusia harus bertindak dan beperilaku di dalam pergaulan dan
mengolah lingkungannya. Namun peran terpenting kebudayaan adalah sebagai
pembeda antara manusia dan binatang. Manusia memiliki akal dan kemampuan untuk
menciptakan kebudayaan sementara binatang, tidak.
Kebudayaan
yang berkembang dalam suatu wilayah, khususnya di Sulawesi-Selatan yang
terkenal dengan julukan ‘’tanah celebes’’ ini terdiri dari 24 kabupaten/kota
dengan berbagai suku dan budaya yang beraneka ragam bentuknya. Mulai dari
bahasa, adat istiadat dan lain-lain. Masing-masing kebudayaan dan adat istiadat
inilah yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat di daerah tertentu
dan dianggap sebagai suatu ciri khas daerah lokal yang harus dipertahankan
keberadaannya hingga akhir zaman. Akan tetapi, perlu kita ketahui bahwa
kebudayaan bukanlah sebuah benda mati yang akan selalu stagnut dengan bentuk dan simbolnya.
Kebudayaan adalah sistem nilai yang dapat berubah seiring dengan perkembangan
zaman. Pengaruh lingkungan fisik menjadi salah satu pemicunya. Artinya akan
terjadi pergeseran nilai ke depan. Era modernisasi dan globalisasi serta
lingkungan diangap sebagai pemicu pergeseran nilai budaya yang akan terjadi.
Berbagai
konflik terkait kebudayaanpun tak terelakkan. Kerap kali kita melihat
pertumpahan darah akibat konflik antar suku yang dapat kita saksikan diberbagai
media elektronik maupun di media sosial yang tidak terselesaikan. Persoalan
utamanya adalah budaya dan adat istiadat yang senantiasa dijunjung tinggi oleh
masyarakat setempat. Bukan hanya itu, perkembangan zaman yang tak mampu
dihindari mendorong terjadinya perubahan di segala bidang seperti politik,
ekonomi, sosial termasuk budaya. Mau tidak mau, kebudayaan yang dianut suatu
kelompok masyarakat akan bergeser. Cepat atau lambat, pergeseran inipun akan
menimbulkan konflik antar kelompok. Ada yang menghendaki perubahan dengan
alasan budaya yang mereka anut tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka
hadapi saat ini. Sementara di sisi lain ada pula yang tidak menginginkan
perubahan dengan alasan kebudayaan adalah tradisi yang harus terus dijalankan
secara turun temurun.
Islam
dan kebudayaan keduanya merupakan sistem nilai namun memiliki makna yang
berbeda. Kebudayaan adalah hasil ciptaan manusia dan bisa berubah-ubah seiring
dengan perkembangan zaman. Sedangkan islam adalah sebuah keyakinan yang
mengesakan Allah SWT serta memiliki pedoman mutlak yang tak dapat diganggu
gugat karena datangnya dari Allah SWT. Kebudayaan berasal dari manusia
sedangkan islam berasal dari Tuhan. Seyogyanya, adat-istiadat berpondasi pada
sebuah keyakinan. Begitupun dengan islam. Keyakinan menjadi pondasi utama
penganutnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak budaya yang mengandung
nilai-nilai yang diajarkan oleh islam yang sangat diperlukan untuk kelangsungan
hidup manusia. Etika, estetika, moral menjadi salah satu contoh betapa budaya
selaras dengan pemahaman islam yang juga menjunjung tinggi nilai etika,
estetika dan moral tersebut.
Sementara di sisi
lain, islam dan kebudayaan merupakan 2 hal yang tidak dapat disatukan. Banyak
budaya yang kian melenceng dari agama islam namun tetap dipertahankan dengan
alasan tradisi dan keyakinan. Namun islam yah islam, selama kebudayaan tidak
melanggar atau menyalahi syariat islam maka kebudayaan itu boleh diaplikasikan
dan dipertahankan. Akan tetapi, jika kebudayaan itu sudah melenceng dari
syariat islam maka kebudayaan itu harus dihentikan meskipun itu merupakan
tradisi turun temurun masyarakat setempat. Apapun alasannya islam memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari kebudayaan.
Di
zaman modern sekarang ini, banyak orang yang secara pragmatis sudah tak peduli
lagi dengan budaya lokal. Para generasi mudapun kebanyakan buta akan budaya
mereka sendiri yang lebih bermoral. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pemahaman terkait budaya lokal yang dijunjung tinggi masyarakat setempat.
Selain itu, pengadopsian budaya asing serta pengaruh teknologi di era
globalisasi yang sedang melanda bangsa kitapun cukup mempengaruhi gaya berfikir
masyarakat, khususnya para generasi muda. Sehingga bukanlah suatu hal yang
mustahil bahwa dikemudian hari budaya lokal lambat laun akan hilang di tanah
celebes yang kita cintai ini.
Peran media sosial yang berkembang di kalangan generasi muda semakin
mempengaruhi budaya serta paradigm berfikir kalangan masyarakat. Untuk
itu, sebagai pengguna media sosial. Para generasi harus mampu menyaring hal-hal
positif yang ditampilkan di media sosial diantara hal negatif lainnya.
0 comments:
Post a comment