THE MASCULINE
SPIRIT OF WOMAN
Oleh:
I_Makkacici’
A.
JABEISME DI TUBUH PEREMPUAN
Perempuan, ribuan kata tak akan cukup
mengilustrasikan keindahan sosoknya. Ribuan buku yang terlahirpun tak akan
cukup mengisahkan tentang mereka. Sebab lebih dari ribuan karya tercipta dari
tangan lembut mereka. Terdapat ribuan ibu di luar sana dengan wajah yang
merona, tersenyum simpul berbahagia serta berbangga memperkenalkan putri mereka
sebagai sosok yang luar biasa. Perempuan adalah mahluk perasa. Terlahir dengan
sifat kelemah lembutan, penuh perhatian, serta mengutamakan perasaan dibanding
logika. Patutkan pernyataan itu dibenarkan? Ataukah hanya dogma turun temurun
yang mencoba merasuki mindset berfikir masyarakat kita?
Salah satu sifat yang identic melekat dalam diri
perempuan adalah “Jabe”. Jabe merupakan salah satu ungkapan dalam
bahasa bugis-makassar yang mengandung arti cengeng atau manja. Jika ditambahkan
imbuhan “isme” yang dalam bahasa
inggris berarti kepercayaan, maka menjadilah jabe sebagai sebuah paham. Kolaborasi yang apik, bahasa bugis
Makassar-inggris yang cukup unik untuk kita kaji.
Disadari atau tidak, paham jabeisme ini telah mencekoki mindset berfikir masyarakat. Bukan
hanya dikalangan perempuan, juga bagi laki-laki. Masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan. Selalu beranggapan bahwa perempuan pada umumnya itu memiliki
sifat cengeng, manja, lemah dan kasarnya lagi bermental kerupuk sebab tidak
memiliki keberanian melebihi laki-laki. Mindset berfikir ini telah tertanam
sejak zaman batu hingga zaman modern saat ini, di tengah kecanggihan teknologi
dan informasi yang semakin maju. Pernyataan ini, seolah melemahkan kaum
perempuan. Nada-nada ketidak adilan dalam status sosial, semakin mengudara dan
merasuki jiwa-jiwa masyarakat kita. Sehingga banyak diantara perempuan yang
seolah tak berterima, mencoba keluar dari zona nyaman mereka, untuk membuktikan
apakah pernyataan tersebut benar atau salah? Perempuan selalu dianggap lemah
dan dianggap tidak bisa. Padahal perempuan bukan mahluk selemah itu.
Manja adalah sifal alami yang dimiliki perempuan
pada umumnya. Tetapi, sifat manja ini, perlu dibatasi. Sifat manja, apalagi cengeng
bukanlah sesuatu yang bagus untuk dipelihara dalam diri, karena sifat terlalu
manja akan membuat seseorang terlalu bergantung kepada orang lain.
Sedikit-sedikit orang lain, padahal dia sendiri sebenarnya memiliki kemampuan
untuk berbuat lebih dan mengerjakan suatu hal secara mandiri. Pun, sifat manja
tidak bisa dihilangkan. Minimal seorang perempuan harus mampu mengendalikan
diri dan mengetahui posisi, dimana sifat manja itu harus ditempatkan dalam
sebuah kondisi.
B.
PEREMPUAN
DAN KEMANDIRIAN BERFIKIR
Sejak zaman R.A Kartini hingga saat ini. Perempuan
masih menjadi mahluk yang di nomor duakan setelah laki-laki, secara strata sosial.
Meskipun masyarakat beramai-ramai mendukung kesetaraan gender. Pada hakikanya,
tak ada yang berubah. Dukungan tentang keadilan dan kesetaraan antara laki-laki
dan perempuan hanya sampai pada ruang-ruang diskusi publik saja. Sementara di
dunia nyata, perempuan masihlah mahluk nomor dua. Inilah faktanya.
Pada hakikatnya, kaum perempuan tidak boleh
menyalahkan keberadaan laki-laki dengan pemikiran mereka, atau menghakimi zaman
dengan doktrin-doktrin yang ada. Yang sepatutnya disalahkan adalah perempuan
itu sendiri. Perempuan masih saja terkungkung oleh dogma lama yang membuat
mereka selalu merasa takut dan enggan mewujudkan mimpi. Sebab kebebasan mereka
terkurung dalam pemikiran stereotypenya sendiri. Mereka tidak memiliki
kemandirian dalam berfikir. Selalu merasa takut, merasa lemah, merasa bahwa
masih ada orang yang lebih hebat dibandingkan mereka. Jika dogma ini masih menjadi
landasan berfikir, sama halnya kemajuan perempuan dalam segala aspek, akan
mustahil ditemui. Sebab mereka tidak memiliki kemajuan dari segi paradigma
berfikir.
Namun, tidak dapat di pungkiri, banyak diantara
perempuan hebat yang mencoba mendobrak zamannya. Hal ini dilakukan sebagai
usaha agar terlepas dari belenggu-belenggu sosial yang mencekik urat leher
mereka. Belenggu-belenggu keterbatasan, keterkungkungan dan ketidak adilan. Di
tengah zaman yang semakin gila, seorang perempuan membutuhkan tekad yang kuat
disejajarkan dengan keberanian. Untuk melakukan hal-hal yang menurut pandangan
masyarakat di luar kemampuan perempuan pada umumnya. Hanya perempuan hebatlah
yang mampu melakukan dan menaklukkan zamannya. Perempuan seperti inilah yang dapat
dikategorikan sebagai perempuan pemberani dan cerdas.
Perempuan, harus membuktikan bahwa merekapun patut
diperhitungkan sebagai manusia yang mampu mengubah dunia. Caranya, tergantung
bagaimana seorang perempuan mampu menjadi tokoh inspirasi dan memberi
kontribusi untuk kemajuan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, budaya jabeisme merupakan harga mati untuk dibuang
jauh-jauh dari kehidupan perempuan. Bagaimana bisa seorang perempuan menjadi
lebih maju jika yang diandalkan hanyalah tangan-tangan orang lain? Oleh karena
itu, mulai saat ini dan di mulai dari diri sendiri. Perempuan harus terbebas
dari paham jabeisme tersebut. Perempuan harus memiliki kemandirian berfikir dan
tidak boleh gampang terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran yang akan melemahkan
pergerakan mereka.
Sikap kemandirian menunjukkan bahwa perempuan
bukanlah mahluk yang lemah tetapi, juga dapat diandalkan. Banyak diantara
mereka yang telah membuktikan itu. Termasuk sosok ibu. Begitu banyak ibu-ibu
hebat yang berhasil menciptakan generasi-generasi hebat, karena kecerdasan dan
keberanian mereka dalam mendidik buah hatinya. Selain itu banyak
diantaranya, sosok perempuan yang telah mampu
menjadi tulang punggung keluarga, mampu berprestasi dan menjadi tokoh
inspirasi, hingga mampu memimpin sebuah lembaga mulai dari lembaga yang paling
kecil hingga lembaga tertinggi di negeri ini. Bukan hanya itu, masih banyak
sosok perempuan yang tak sempat tersorot lensa kamera, tetapi ide dan
gagasannya yang cemerlang telah mampu menjadi tonggak pergerakan dan memajukan
masyarakat dan bangsa.
C.
FEMINIME
ROLE VS MASCULINE SPIRIT
Kehadiran perempuan di ranah publik bukanlah untuk
menyaingi laki-laki. Apalagi hanya sekedar membuktikan bahwa mereka mampu
menjadi seperti laki-laki. Perempuan yang mau mengorbankan tenaga, waktu,
fikiran, jiwa dan raga untuk kemaslahatan masyarakat banyak tanpa meninggalkan
tugas utama mereka. Ialah sosok perempuan yang telah berusaha keras untuk
menjalankan perintah Allah SWT dan RasulNya. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda : Sebaik-baik manusia adalah
manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutsi).
Jika laki-laki menjadi penghalang bagi perempuan untuk membuktikan eksistensi
mereka di ranah publik dengan berbagai dalih keagamaan yang belum tuntas
dikaji, berarti sama halnya mereka menghalangi sesamanya untuk berbuat baik.
Dan menghalangi seseorang berbuat kebaikan berarti mereka sendiri telah berbuat
dosa.
Perempuan tidak perlu menjadi seperti laki-laki
(menyerupai), jika ingin menjadi mahluk yang lebih berguna, seperti yang
diharapkan. Misalnya menjadi pendidik, menafkahi keluarga, hingga terjun ke
dunia politik, Terlebih, jika hanya ingin mengubah pandangan stereotype
masyarakat tentang mereka. Perempuan anggun nan feminimpun dapat melakukan itu.
Kali ini penulis mencoba menganalisa hasil pemikiran penulis sendiri, dengan
mengganti sifat jabeisme seorang
perempuan dengan masculine spirit
(semangat maskulin).
Masculine spirit
adalah energi yang biasanya identik dengan laki-laki. Karena masculine spirit yang dimilikinya,
laki-laki selalu merasa memiliki kemampuan lebih dan prima untuk melakukan
pekerjaan seberat apapun itu. Terlebih jika di hadapan perempuan, yang
menurutnya lebih lemah secara fisik dibanding mereka. Lantas, bagaimana dengan
perempuan yang identik dengan sifat
jabeisme-nya itu? Bagaimana dengan dandan? Haruskah perempuan meninggalkan itu
semua, kemudian bergaya seperti laki-laki pada umumnya? Bagi penulis, dandanan
dan gaya feminim perempuan bukanlah alasan yang akan mengahalangi segala
kreatifitas dan pekerjaan. Masculine
spirit harus tercover dalam satu tubuh dan menjadi jiwa bagi perempuan-perempuan
tangguh. Perempuan tak perlu berdandan menyerupai laki-laki jika ingin
diandalkan seperti mereka. Cukup dengan mewarisi energi yang menjadi sumber
kekuatan mereka, yaitu masculine spirit-nya.
Masculine spirit sebagai kekuatan
perempuan bukanlah sebuah pemikiran kolot yang berusaha penulis sajikan. Bukan
juga, untuk menunjukkan bahwa perempuan itu mampu menjadi mahluk yang garang.
Perempuan dengan feminime role
kemudian dibingkai dengan masculine
spirit, akan terlihat lebih kuat dan lebih kharismatik. Sehingga predikat
sebagai perempuan tangguh dapat di sandangnya.
Sudah saatnya perempuan melek dan tidak menutup diri
terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Sudah saatnya kita menginstal
pemikiran kita, lalu mengaktifkan chip yang baru. Gunanya untuk mengganti
energi negative dengan energi yang lebih positif. Jika sifat jabe merupakan energy negative, maka
sudah sepatutnya dihilangkan. Dan jika semangat maskulin adalah energy positif
yang dapat kita terapkan, mengapa tidak kita mengintegrasikannya dalam diri
pribadi masing-masing. Sangat perlu disadari, bahwa persoalan ummat dan bangsa
bukan hanya urusan laki-laki. Perempuanpun harus ikut andil di dalamnya. Nasib
suatu bangsa, bukan hanya ditentukan oleh satu tangan saja. Akan tetapi,
kekuatan kebersamaan, persatuan dari semua stakeholder akan menjadi penentu ke
depannya. Tanpa terkecuali perempuan. Perempuan yang cerdas, memiliki kemandirian
berfikir, kuat, pemberani, tangguh serta dapat diandalkan. Adalah sosok yang
amat dibutuhkan negeri ini. Untuk menjawab segala tantangan dan persoalan
masyarakat, bangsa dan Negara.
0 comments:
Post a comment