Oleh
IMMawati
Titi Yuniarti Usman
Perempuan adalah satu pembahasan yang tidak
pernah habis diperbincangkan di kalangan masyarakat terutama untuk kalangan
masyarakat intelek. Perspektif negatif pun kerap kali mewarnai bahasan tentang
perempuan. Sehingga dalam sejarah pergerakan di dunia melahirkan sebuah paham
(ideologi) yang secara khusus memandang tentang hak & kewajiban perempuan
yang musti diperjuangkan. Feminisme memandang bahwa perempuan memiliki hak dan
kewajiban yang sama seperti the main
class (Laki-laki). Namun, dalam sejarah pergerakannya, paham ini kemudian
justru mengantarkan kaum perempuan dalam belenggu kejahiliyahan kapitalisme
dikarenakan tuntutan serta kemauan yang begitu keras dari suara suara perempuan
atas kebebasan dan persamaan kelas sehingga nilai-nilai moralitas dalam diri
seorang perempuan mengalami degradasi yang begitu merosot dan batasan bagi
perempuan atas kaum pria pun telah musnah. Sehingga banyak perempuan hari ini
yang justru “menjual” asetnya untuk memperkaya kaum pemodal.
Membincang tentang perempuan tentu tidak dapat
dipisahkan dari pembahasan tentang perempuan dalam IMM, yaitu IMMawati. IMMawati,
begitulah gelar tersebut melekat dalam sosok kader putri di tubuh Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah. Identitas daripada seorang IMMawati tidak terlepas dari
nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam
bersumber kepada Qur’an dan Al-hadits tentang eksistensi sosok perempuan dalam
segala aspek kehidupan. Berangkat dari persoalan perempuan diatas, maka penulis
memandang bahwa autokritik terhadap gerakan IMMawati pada dewasa inipun banyak
menuntut evaluasi untuk kinerja IMMawati lebih baik kedepan. Peran IMMawati
dalam IMMpun memiliki kesamaan hak dan kewajiban sebagaimana yang IMMawan
miliki. Sehingga interpretasi seorang IMMawati menjadi pucuk pimpinan dalam
struktural IMM dapat disebut sebuah
keniscayaan.
Hal ini juga tidak terlepas dari tuntunan
hadits Rasul sekaitan dengan kepemimpinan perempuan yang kemudian banyak menuai
kontroversi. Namun, dalam epistimologi ke-Muhammadiyah-an bahwa, hadits yang
menunjukkan konotasi tentang suatu kelompok yang dipimpin oleh perempuan akan
celaka; dipandang perlu dipahami secara kontekstual. Sehingga kepemimpinan
perempuan tidaklah menjadi hal yang salah dalam paham agama menurut Muhammadiyah.
Dari dua opini berdasarkan realitas keilmuan diatas, penulis ingin memberikan
pandangan secara personal tentang gerakan IMMawati yang diharapkan mampu
menjadi tonggak penerus estafet perjuangan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan
Muhammadiyah pada khususnya serta Islam pada umumnya. Sosok IMMawati juga
merupakan bagian daripada akademisi Islam yang berakhlak mulia sebagaimana yang
tercantum dalam tujuan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Berangkat dari interpretasi inilah, penulis merasa perlu
membangun kembali kesadaran kepada IMMawati untuk benar-benar kembali kepada
ruhnya sebagai pelopor nilai-nilai religiusitas, intelektualitas dan humanitas
dalam lingkup kemahasiswaan. Kampus adalah salah satu wadah bagi seorang
kader IMM dalam melakukan transfer of
knowledge (transfer ilmu pengetahuan) kepada sesama mahasiswa sebagai
masyarakat kampus. Artinya bahwa kader IMM, khususnya IMMawati pun tetap
dituntut untuk senantiasa membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan dari
berbagai lini disiplin ilmu. Dalam mewujudkan hal ini, satu hal yang tidak
boleh pernah lepas dari dalam diri seorang IMMawati adalah gerakan cinta
literasi yakni membaca dan menulis.
Sebagaimana realita berbicara, hari ini
sosok-sosok mahasiswa yang meramaikan kelompok diskusi di dalam kampus
nampaknya sangat jarang atau bahkan sudah tidak pernah lagi menunjukkan sosok
IMMawati sebagai salah seorang diantaranya. Kenyataan ini pun kemudian membentuk
IMMawati yang “miskin” epistimologi sehingga lahirlah sikap apatis dan
pragmatis dalam diri IMMawati. IMMawati seakan-akan menutup diri untuk tampil
memberikan sumbangsi dalam mengawal regulasi kampus yang menyengsarakan
sebagian mahasiswa yang berada dalam kondisi ekonomi menengah kebawah, enggan
untuk turut aktif dalam organisasi intra yang mana justru menjadi aspek
penunjang dalam strategi membumikan ideologi Muhammadiyah di kampus khususnya
untuk kampus yang tidak memilik latar belakang Muhammadiyah (Non-PTM).
Identitas inilah yang kemudian perlu diretas agar the true identity seorang IMMawati kembali menyatu, yakni Anggun
dalam Moral serta Unggul dalam Intelektual.
Dalam membangun keanggunan moralitas, maka
satu hal yang selalu melekat dalam diri IMMawati adalah nilai-nilai religius
dengan senantiasa mengamalkan transfer nilai (transfer of value) kepada masyarakat kampus dengan mengindahkan
nilai Al-Qur’an dan Al-hadits. Keselarasan antara kemampuan intelektual dan
spiritual harus senantiasa menjadi asas gerakan IMMawati. Dari sinilah solusi musti
hadir atas berbagai persoalan menyangkut progres IMMawati dalam kancah
keorganisasian.
Di abad ke-XXI, manusia telah diperkenalkan
dengan kemampuan teknologi dari masa ke masa yang mampu menunjang aktivitas
kesehariannya. Sampailah kita di dimensi ruang dan waktu yang mana benar-benar
diperhadapkan pada multifungsi teknologi utamanya pada perkembangan teknologi
dalam bidang media dan komunikasi. Komputer, laptop, dan kini ada Smartphone
yang di awal kemunculannya merupakan suatu barang yang dikategorikan sebagai
barang mewah dan seiring berjalannya waktu kini tak lagi demikian. Hampir semua
masyarakat mulai dari kalangan menengah keatas bahkan sampai menengah kebawah
sudah dapat memiliki komputer/laptop atau bahkan smartphone. Hal ini tentu
menjadi sinyal bahwa kehidupan manusia pun tidak bisa lepas dari kecanggihan
teknologi yang memang mampu menjawab tantangan zaman hari ini.
Sebut saja produksi teknologi yang paling
banyak diminati oleh kalangan masyarakat saat ini yakni smartphone. Smartphone
pun terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan manusia. Maraknya
penggunaan smartphone pun memunculkan berbagai macam media sosial melalui
online. Seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp, BBM, dan lain-lain.
Munculnya teknologi dalam kehidupan manusia tentulah membawa dampak positif
maupun negatif. IMMawati sebagai salah satu komunitas keperempuanan juga
mempunyai peran yang signifikan dalam mengawal perkembangan teknologi ini
mengingat bahwa tidak sedikit korban cyber
crime adalah kaum perempuan. IMMawatipun sepatutnya tidak ikut tergerus ke
dalam arus teknologi yang cenderung membawa dampak negatif akan tetapi
sebaliknya mampu menjadikan penggunaan teknologi sebagai sesuatu yang sangat
bermanfaat dengan salah satunya adalah menjadikan media sosial online sebagai
ladang dakwah di era digital maupun era milenial seperti yang bisa kita rasakan
hari ini. Ketika berbicara tentang era milenial artinya generasinya pun harus
milenial. Artinya bahwa, generasi milenial itulah yang hasil karyanya akan selalu
bermanfaat bahkan sampai ribuan tahun lamanya (amal jariyah).
IMMawati mempunyai tugas yang berat hari ini
karena harus mengawal diri pribadi begitupun sesama perempuan lainnya dalam
menciptakan peradaban yang lebih berkeadaban. Maka dari itu, budaya baca tulis
hari ini tidak lagi mesti dilakukan secara face
to face melainkan media sosial online adalah alternatif yang sangat solutif
dalam melebarkan sayap-sayap dakwah ke dalam kancah dunia.
Untuknya itu, pembinaan akan penggunaan media
sosial sangat diperlukan agar terciptanya nuansa dunia maya yang religius dan
penuh dengan atmosfer keilmuan yang sangat mendukung kegiatan dakwah di era
digital yang mana menuntut kita untuk berpartisipasi aktif dalam penggunaan
teknologi dalam hal ini smartphone dan media sosial sebagai wadahnya.
Penulis
IMMawati Titi
Yuniarti Usman
Ketua Umum PC IMM
kota Palopo 2017/2018
Semangat terus ya, semoga harapannya bisa tercapai
ReplyDeleteteknologi terkini