Foto : Kota LGBT /ted.com
Pelaku LGBT Menentang Fitrah Manusia
oleh : Mukhtariani Mustafa
Pelaku LGBT Menentang Fitrah Manusia
oleh : Mukhtariani Mustafa
Polemik
mengenai Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender
atau biasa disingkat menjadi LGBT saat ini kembali marak diperbincangkan di
tengah-tengah
masyarakat ditambah dengan kontroversi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
yang menolak mempidanakan pasangan bukan suami istri dan LGBT yang berzina atau
kumpul kebo. Permasalahan yang kemudian muncul bertambah rumit dikarenakan
komunitas LGBT sebagai komunitas minoritas memperjuangkan pengakuan akan
keberadaannya dengan meminta legalitas serta pengakuan hukum dinegeri ini
sedang sebagian masyarakat, berbagai kelompok, komunitas, beberapa pakar menolak
akan eksistensinya, ini Karena bertentangan dengan agama termasuk agama Islam dimana kita ketahui
bersama agama dengan penganut
terbesar di Indonesia adalah agama Islam yang jelas-jelas mengharamkan LGBT
sebagaimana terkandung dalam surah Hud ayat 82-83 yang artinya “ Maka tatkala
datang azab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang diatas ke bawah ( kami
balikkan) dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan
bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhan-Mu dan siksaan itu tidak jauh dari
orang-orang Dzalim” dan dalam surah Al-A’raaf ayat 81 yang artinya “
sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian, bukan
kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas “, atas
landasan surah ini maka Ummat Islam
menolak keras akan eksistensi kaum LGBT. Jangan kan agama Islam agama apapun
akan mengharamkan perilaku LGBT tersebut. Karena secara realitas tidak
mendatangkan keuntungan malah lebih banyak mendatangkan dampak negative baik
itu kepada masyarakat bahkan kepada pelaku itu sendiri.
Sangat menarik baru-baru
ini pernyataan dari pihak psikiater Dr. Fidiansyah dalam salah satu acara stasiun
TV swasta menyatakan LGBT merupakan Masalah Kejiwaan yang membutuhkan proses
rehabilitasi. Pernyataan beliau sempat menghebokan dan banyak pakar pro dan
kontra atas pernyataannya. JIka menelisik dari penyebab LGBT itu sendiri maka
dapat dikatakan bahwa LGBT adalah salah satu permaslahan kejiwaan yang dialami
seseorang akibat dari trauma, stress, rasa takut dengan lawan jenis , didikan
orang tua yang terlalu keras, latar belakang keluarga yang broken home, kurangnya pendidikan agama, kurangnya pendidikan sex dan
lain sebagainya. OLeh karena itu pelaku membutuhkan konselin dan rehabilitas
karena menyangkut kejiwaan.
Dari
penyebab diataslah maka muncul berbagai pelaku yang terjangkit penyimpangan
seksual LGBT itu sendiri. Sehingga keberadaan komunitas LGBT secara tidak
langsung menimbulkan dampak yang tidak sedikit, diantaranya secara garis besar
dampak dari segi kesehatan pelaku serta dampak kehidupan sosial si pelaku. Dari segi
kesehatan timbulnya fenomena LGBT mau tidak mau menimbulkan berbagai macam
penyakit yaitu HIV / AIDS , berbagai
macam penyakit kelamin seperti Sifilis, Gonore, Chlamydia, Kutil kelamin, Hepes
Genital serta perilaku LGBT juga berakibat pada reproduksi si pelaku.
Mereka
yang gemar melakukan kegiatan seks yang menyimpang bisa mengalami gangguan Peranakan bagi pelaku
lesby dan bagi pelaku homoseksual dapat menyebabkan pelemahan pengeluaran mani
otomatis kondisi ini dapat berdampak pada kualitas sperma yang kurang baik.
Dari segi sosiologi LGBT dapat berakibat pada rusaknya keharmonisan pelaku dalam
masyarakat dimana ada kelompok yang merasa diasingkan dalam masyarakat dan
disisi lain ada yang menentang kehadiran LGBT sehingga muncullah pertentangan
yang sampai saat ini belum mendapatkan titik temu. Selain itu dampak yang
ditimbulkan dapat mempengaruhi kejiwaan pelaku dimana mereka tidak memiliki
identitas yang jelas mereka ragu akan identitasnya sebagai laki-laki sejati
atau perempuan sejati. Sehingga ini dapat berakibat fatal tentang status jenis
kelamin dari pelaku dimana kita ketahui baik itu dalam agama maupun dalam
peraturan di negara ini hanya ada dua jenis kelamin yang diakui yaitu laki-laki
dan perempuan.
Dari
dampak diatas yang ditimbulkan LGBT nampaknya
sangat serius apalagi terhadap pelaku itu sendiri maka perlu penanganan dan
tindak lanjut secepatnya dari pihak-pihak yang bertanggung jawab serta
masyarakat secara umum baik pencegahan dan mengobati pelaku. Sebagai aktivis
IMM menawarkan dua bentuk penanganan kasus ini diantaranya memperjelas hukum terhadap pelaku LGBT yang
telah diluar batas seperti melakukan hubungan senono didepan umum bahkan
mempertontonkan didepan khalayak ramai terutama didepan anak-anak serta
mempengaruhi yang lain untuk menjadi bagian dari mereka jika perlu hukuman yang
layak untuk mereka yang telah melampaui batas yaitu hukuman seumur hidup. Untuk
penanganan selanjutnya yaitu dengan metode persuasive dengan cara merangkul
pelaku LGBT agar sekiranya mendapatkan penanganan psikologi dengan cara terapi dan
rehabilitas karena perilaku ini termasuk penyimpangan seksual dan masalah
kejiwaan yang membutuhkan pendekatan secara psikologi dan keagamaan agar pelaku
kembali kepada fitrah dan identitas sebenarnya. Alternatif penanganan bagi
pelaku LGBT ini adalah salah satu bentuk kepedulian yang bijaksana terhadap
pelaku yang merasakan penyimpangan seksual pada dirinya tanpa mengabaikan hak
asasi manusia pelaku selain itu penanganan ini sebagai bentuk pencegahan
penyebaran perilaku LGBT terhadap yang lain terutama terhadap generasi muda.
Seandainya LGBT adalah fitrah manusia maka dalam agama apapun menghalalkan dan
mengakuinya tetapi kenyataannya tidak ada satu agama apapun yang menghalalkan
LGBT. Apatahlagi dalam agama Islam yang secara jelas mengharamkan perilaku LGBT
bahkan telah dikisahkan pada zaman nabi Luth bagaimana kaum Sodom dilaknat oleh
Allah SWT.
Sebagai
masyarakat yang menjunjung demokrasi di Indonesia maka marilah kita
menyelesaikan kasus ini dengan metode persuasive dan tegas, maksud dari metode
persuasive yaitu menolak perilaku LGBT
tetapi tidak menghakimi, memojokkan, mengucilkan mereka ditengah-tengah
masyarakat tetapi merangkul dan membimbing mereka agar kembali pada identitas
sebenarnya atau fitrahnya dengan berbagai cara termasuk merehabilitasi,
menerapi secara psikologi dan keagamaan. Sedang metode tegas yaitu
menindaklanjuti bahkan memperjelas hukum pidana Jihad Konstitusi, apatahlagi jika pelaku LGBT
telah melampaui batas seperti melakukan hegemoni kepada generasi muda,
anak-anak dan masyarakat pada umumnya atau bahkan mempertontonkan perilaku
tidak layak di depan umum. Jika Mahkamah Konstitusi menolak mempidanakan
pasangan bukan suami istri maupun LGBT yang berzina atau kumpul kebo maka
marilah kita terus mendukung agar sekiranya putusan itu harus ditinjau ulang
oleh MK. Apalagi wakil sekertaris Jenderal MUI Muhammad Zaitun
Rasmin menyetujui putusan tersebut agar sekiranya ditinjau ulang.
0 comments:
Post a comment